Ormas Koalisi Rakyat Bersatu Flores Timur (KRBF) mensinyalir pendapatan daerah Flores Timur hilang sebesar tiga miliar rupiah pada tahun 2021 ini. Pendapatan tersebut berasal dari pos denda keterlambatan pada pembangunan Rumah Sakit Adonara.
Sinyalemen itu disampaikan Ketua Bidang Advokasi dan Hukum KRBF Bidang Politik, Theo Wungubelen dalam forum rapat dengar pendapat dengan lembaga DPRD, Senin (10/5). “Menurut informasi yang kami dapatkan bahwa dalam sidang mendahului perubahan, Irda menjelaskan temuan total denda keterlambatan itu adalah sebesar sembilan miliar. Tapi kenapa yang disampaikan pemerintah dalam usulan mendahului perubahan APBD 2021 hanya enam miliar. Lalu sisa tiga miliar lagi hilang dimana atau dicatat sebagai pendapatan siapa?” ujar Wungubelen bertanya.
Dalam kondisi sulit seperti sekarang ini Pemda Flotim menurutnya, harus lebih optimal menggali potensi-potensi yang bisa mendukung tambahan pendapatan daerah. Hal tersebut lanjut Wungubelen, karena bencana 4 April 2021 lalu serta dampak refokusing akibat pandemi covid-19, pemerintah membutuhkan anggaran yang tidak sedikit yang antara lain akan digunakan untuk proses rekonstruksi pasca bencana.
“Kalau tidak salah, BPBD sudah umumkan angka kerugian akibat bencana di Adonara itu sekitar Rp. 85 miliar. Maka pemerintah harus mampu menghimpun dana segar untuk membiayai seluruh proses rekonstruksi,” ujar Wungubelen.
Senada dengan KRBF, Ketua Fraksi Golkar Yosep Sani Betan dan Wakil Ketua DPRD Yosep Paron Kabon sepakat untuk terus menelusuri kemana mengalirnya dana Rp. 3 milyar dari yang bersumber dari denda keterlambatan Rumah Sakit Adonara tersebut. Keduanya sepakat jika angka Rp. 3 miyar itu harus dicatat sebagai piutang yang masih harus ditagih oleh pemerintah dari kontraktor pelaksana.
Selain sinyalemen tentang hilangnya pendapatan sebesar Rp. 3 milyar tersebut, KRBF juga mempertanyakan pendasaran yang digunakan Pemda Flores Timur sehingga total denda keterlambatan proyek senilai Rp. 15 miliar itu bisa menghasilkan denda keterlambatan yang mencapai angka Rp. 9 miliar.
“Mestinya PPK harus sudah melakukan PHK setelah terjadi tiga kali addendum. Itu jika kita sepakat bahwa tujuan pembangunan itu adalah untuk mensejahterakan rakyat. Tapi faktanya denda keterlambatam bisa sampai sembilan miliar, itu bukan sejahtera tapi justru menyengsarakan rakyat,” kata Ketua Bidang Politik KRBF Bachtiar Lamawuran.

Sementara itu, menurut Ketua Komisi C DPRD Flores Timur Ignas Boli Uran, selama ini dalam pembahasan anggaran pemerintah tidak transparan. “Selama ini pemerintah memang tidak transparan dalam pembahasan anggaran,” ujar Ignas Uran.
Dalam RDP ini juga terungkap bahwa sampai hari ini Perda APBD dan Perbup Penjabaran APBD Flores Timur tahun 2021 belum diserahkan pemerintah kepada DPRD.
Pada kesempatan tersebut Ketua DPRD Robertus Rebon Kreta, mengajak KRBF untuk bersama-sama dengan DPRD kemana aliran Rp. 3 milyar bermuara. “Semoga kita sama-sama punya kemauan dan itikad baik untuk tetap mengawal semua soal yang timbul, termasuk tentang tiga miliar dari denda keterlbatan itu agar bisa segera dipangkukan sebagai pendapatan daerah,” pinta Robertus Kreta.
Menanggapi hal itu, Ketua KRBF Maria Sarina Romakia usai RDP mengatakan bahwa KRBF akan mempertimbangkan untuk menelusurinya sekaligus melaporkan hilangnya dana Rp. 3 milyar dari denda keterlambatan itu ke ranah hukum. “Paling tidak PPK-nya harus bisa menjelaskan kemana hilangnya uang sebanyak itu,” tandas Maria Romakia. (SuarNews/Tim)
Dapatkan Artikel Viral dengan Gabung di Google News Kami









