Sistem Pemilu Proporsional Tertutup Ditolak oleh Delapan Fraksi DPR

DPR, fraksi, Pemilu
Rate this post

Jakarta, suarnews.com – Tujuh partai politik yang memiliki perwakilan di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menggelar pertemuan di Jakarta, Minggu (8/1). Mereka adalah Partai Golkar, PKB, Partai Nasdem, Partai Demokrat, PAN, PKS, dan PPP. Adapun Partai Gerindra, meskipun tidak hadir dalam pertemuan tersebut, tetapi sudah sepakat dengan hasil rapat.

Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat (DPP) Partai Golkar Airlangga Hartarto mengatakan pertemuan tersebut menegaskan bahwa delapan partai memiliki sikap bersama, yakni mempertahankan sistem pemilu proporsional terbuka.

Read More

“Kami menolak proporsional tertutup dan memiliki komitmen untuk menjaga kemajuan demokrasi di Indonesia yang telah dijalankan sejak era reformasi,” kata Airlangga saat membacakan pernyataan sikap bersama pimpinan partai politik di Jakarta, Minggu (8/1).

Baca artikel menarik lainnya: Fakta Sosok Adinia Wirasti Yang Katanya Artis Kurang Terkenal

Airlangga menambahkan wacana sistem proporsional tertutup merupakan kemunduran demokrasi. Dia berpendapat, sistem proporsional terbuka sudah sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) pada Desember 2008 dan sudah digunakan dalam tiga kali pemilu. Karena itu, ia menilai gugatan atas yurisprudensi putusan MK akan menjadi preseden buruk di bidang hukum.

BACA JUGA  Warga Lebak Demo Tolak Pembangunan TPST, Minta Kajian Lingkungan

Delapan partai politik ini juga meminta Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk menjalankan tahapan pemilu yang sudah disepaati bersama dan menjaga netralitas sesuai peraturan perundang-undangan.

“Kami mengapresiasi pemerintah yang telah menganggarkan Pemilu 2024, serta penyelenggara pemilu, terutama KPU agar tetap menjalankan tahapan yang sudah disepakati bersama,” tambahnya.

Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menambahkan partainya sejak awal menolak wacana sistem pemilu proporsional tertutup. Ia beralasan sistem tertutup akan membuat warga negara tidak bisa memilih secara langsung calon legislatif.

“Padahal kita ingin semua menggunakan haknya dan tidak seperti membeli kucing dalam karung, dan tentu kita berharap pada saatnya para wakil rakyat dan pemimpin yang terpilih benar-benar yang bisa membawa perubahan dan perbaikan,” ujar AHY.

AHY mengatakan, secara internal, partai politik juga perlu menjaga semangat kadernya dengan memberikan ruang dan peluang yang adil bagi mereka. Karena itu, ia tidak ingin semangat para kader partai akan runtuh jika sistemnya berubah.

BACA JUGA  Ketua KPU Jabar Dipecat: Pelanggaran Kode Etik Jadi Sorotan

Gugatan Sistem Proporsional Terbuka di MK

Dua kader partai politik dan empat warga negara menggugat aturan mengenai sistem pemilu yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) ke Mahkamah Konstitusi (MK). Mereka adalah Demas Brian Wicaksono (pengurus Partai PDI Perjuangan (PDI-P)), Yuwono Pintadi (anggota Partai Nasional Demokrat (Nasdem)), Fahrurrozi, Ibnu Rachman Jaya, Riyanto, serta Nono Marijono.

Para pemohon menyebut sistem pemilu proporsional berbasis suara terbanyak, telah dibajak oleh caleg pragmatis yang hanya bermodal popular dan tidak memiliki pengalaman di parpol. Selain itu, sistem ini telah membuat biaya pemilu menjadi mahal dan mendorong caleg melakukan politik uangertutup. Hal ini seperti yang disampaikan Sekjen DPP PDI-P Hasto Kristiyanto pada Rabu (4/1/2023). Hasto menyebut bahwa sistem proporsional terbuka membuat para calon legislatif berlomba-lomba dalam popularitas agar terpilih. Sementara kapasitas dalam fungsi legislatif, anggaran, dan pengawasan kurang. Kendati, ia menyebut PDI-P akan menghormati aturan pemilu yang disepakati bersama.

Dapatkan Artikel Viral dengan Gabung di Google News Kami

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *