Sengketa Pilkades, Bupati Flotim Kembali Digugat di PTUN

Bupati Flores Timur, Pilkades Kolilanang, Theodorus M Wungubelen SH
Theodorus Wungubelen, SH ketika selesai mendaftarkan gugatan Pilkades Kolilanang di PTUN Kupang
Rate this post

Setelah calon terpilih Kepala  Desa Lewoingu, hari ini Ferdinand B. Bain, calon  kepala desa terpilih Desa Kolilanang diwakili pengacaranya Theodorus M. Wungubelen, SH  mendaftarkan gugatan ke PTUN Kupang melawan Bupati Flores Timur sebagai  tergugat.

Objek gugatan adalah Surat Keputusan Bupati Flores Timur (tergugat) Nomor 326 tanggal 7 Desember 2021 dan telah diregister dengan nomor perkara 16/G/2022/ PTUN.KPG. Menurut Wungubelen, secara ketentuan gugatan diajukan masih dalam tengang waktu yang disyaratkan UU Peradilan Tata Usaha Negara yakni 90 hari terhitung sejak diterimanya Keputusan Tergugat oleh Penggugat. “Selanjutnya tinggal menunggu panggilan sidang oleh PTUN Kupang,”ujar Wungubelen dalam pernyataan pers yang dikirimkan kepada redaksi.

Read More

Menurut, Wungubelen, objek gugatan diterbitkan oleh tergugat atas dasar surat keberatan calon kepala desa nomor 5 yang kalah pada saat pemilihan dengan mempersoalkan Daftar Pemilih Tetap (DPT), padahal dari tahapan penetapan Daftar Pemilih Sementara (DPS) sampai pada tahapan penetapan DPT tidak ada masalah. “Sangat aneh hal ini baru dipersoalkan pasca ditetapkannya penggugat sebagai calon terpilih,”kata Wungubelen lagi.

Wungubelen kemudian menjelaskan antara Desa Lewoingu dan Kolilanang substansi keberatan yang dilaporkan kepada Tergugat adalah ranah sengketa proses yang bukan merupakan kewenangan Bupati. “Dari persoalan dua desa ini saya menduga semua desa yang calon terpilihnya dibatalkan oleh tergugat adalah dengan soal sama yakni hal-hal yang terjadi pada ranah proses yang menjadi kewenangan panitia pilkades dan camat,” ujar Wungubelen menduga.

BACA JUGA  Jadwal dan Persyaratan SIM Keliling Cimahi, 29 November 2024

Ia melanjutkan, semua regulasi baik UU Desa, Peraturan Menteri Dalam Negeri, Peraturan Daerah Nomor 9 tahun 2014 sebagimana telah diubah dengan Peraturan Daerah Nomor 3 tahun 2020 dan Peraturan Bupati Flores Timur Nomor 3 tahun 2015 sebagimana telah diubah dengan dan Peraturan Bupati Flores Timur Nomor 19 tahun 2021 jelas dan tegas memisahkan mana ranah proses yang menjadi kewenangan panitia pilkades dan mana ranah sengketa hasil yang menjadi kewenangan tergugat.

Wungubelen menilai, seharusnya berbagai regulasi seharusnya menjadi pedoman bagi Tim Penyelesaian Sengketa Pilkades Tingkat Kabupaten yang diketuai oleh Sekretaris Daerah Flores Timur untuk dijadikan penjaga agar derajat bupati tidak diturunkan menjadi Ketua Panitia Pilkades. “Masa seorang bupati dipaksa harus urus soal  persyaratan calon kepala desa termasuk DPT? Untuk apa ada panitia pilkades kalau semua diambil menjadi urusan bupati sementara aturan memerintahkan lain,” tanya Wungubelen

Wungubelen juga menegaskan, regulasi tentang Pilkades Kabupaten Flores Timur cukup lengkap. “Perda Nomor 9 tahun 2014 dan Perbup Nomor 3 tahun 2015 sudah sangat detail pengaturannya, sehingga sulit untuk disimpangkan terkecuali ada kepentingan yang mampu memaksa seorang pejabat untuk disimpangkan.”ujar Wungubelen lagi.

Bupati Flores Timur, Pilkades Kolilanang, Theodorus M Wungubelen SH
Theodorus Wungubelen, saat mendaftarkan gugatan Pilkades Kolilanang di PTUN Kupang

Wungubelen juga menyesalkan tidak berfungsinya DPRD Flores Timur dalam mengawasi persoalan ini. “Dalam kapasitas sebagai Ketua Lembaga Komando Pemberantasan Korupsi Flores Timur, Saya perlu mempertanyakan fungsi pengawasan DPRD terhadap pelaksanaan aturan oleh pemerintah,”ujar Wungubelen lagi.

Wungubelen meyakini, apabila lembaga DPRD khususnya Komisi A yang membidangi hukum dan pemerintahan memahami masalah, mengerti perintah aturan maka masalah ini tidak harus sampai ke PTUN. “Pilkades dengan biaya begtu murah bagi seorang calon kepala desa berubah menjadi masalah dan biaya tinggi sebagai akibat Lembaga DPRD di bawah kepemimpinan Robertus Rebon Kereta tidak mampu dan  tidak paham serta tega membiarkan rakyat susah,”tegas Wungubelen dalam pernyataannya.

BACA JUGA  Maesyal Rasyid dan Intan Hikmah Nyoblos di Pilkada 2024!

Ia mencontohkan, jika biaya seorang calon kepala desa di Flores Timur untuk maju Pilkades sekitar Rp. 2-3 juta maka akan menjadi sangat mahal bila harus bersidang ke Pengadilan di Kupang. “Dan itu semua karena  fungsi pengawasan DPRD yang tidak berjalan dengan baik. Seharusnya malu dengan rakyat,” tegasnya.

Ia mengaku sedih menyaksikan biaya yang dikeluarkan penggugat mulai dari pendaftaran perkara serta mahalnya biaya transportasi dan akomodasi untuk bersidang di Kupang. Meskipun demikian ia mengaku bersyukur karena saksi ahli yang dihadirkan tidak memungut biaya sepeserpun. “Hal ini tentu berbeda dengan bupati sebagai pihak tergugat, Kabag Hukum dan Tim penyelesaian Sengketa Pilkades bisa dengan gampang bolak balik Kupang-Larantuka karena difasilitasi dengan biaya perjalanan dinas (SPPD) sehingga semakin banyak gugatan semakin banyak SPPD termasuk membayar pengacara berapa pun harganya,”papar Wungubelen lagi.

Di akhir pernyataannya, Wungubelen menjelaskan, berdasarkan dokumen anggaran yang diterimanya, pada Bagian Hukum Sekretariat Daerah Flores Timur, ia belum menemukan ada item belanja terkait. “Untuk itu saya berharap DPRD Flores Timur lebih cerdas untuk menelusuri dan meminta penjelasan Kabag Hukum dari pos mana  anggaran yang dikeluarkan untuk membiayai pihak Tergugat berkaitan dengan proses perkara ini termasuk biaya pengacara. Secara pribadi saya juga sudah ingatkan satu dua teman di DPRD untuk meneliti dengan benar semua anggaran yang dipaksakan dalam  pengajuan agenda mendahului Perubahan APBD 2022,” pungkas Wungubelen. (SuarNews/Team)

Dapatkan Artikel Viral dengan Gabung di Google News Kami

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *