Ketua Komisi C, DPRD Flores Timur, Ignas Uran nampak sangat kesal ketika berbicara di forum Rapat Dengar Pendapat, Gabungan Komisi, bersama masyarakat Desa Gekeng Derang dan Lembaga K.P.K. Flores Timur. Ignas tak mampu menyembunyikan kekesalannya menyikapi fakta robohnya talud penahan longsor Desa Gekeng Derang.
Menurutnya, BPBD sebagai OPD teknis telah diingatkan berkali-kali dalam rapat bersama Komisi C yang dipimpinya. “Kami sudah tegur. Tidak hanya sekali. Persoalan pasir lokal itu, bukan kami tidak pernah sampaikan. Saya bahkan mengatakan secara terbuka kepada PPK, kalo menggunakan pasir lokal, itu berarti ada perubahan material, maka rubah kontrak. Jika tidak dari pasir saja kontraktor sudah untung 300-an juta. Tetapi PPK mengatakan bahwa tidak ada regulasi untuk itu,” ujar Ignas Uran.
Ignas menegaskan, dewan telah melaksanakan fungsi pengawasannya dengan hanya memang apa yang sudah disampaikan dewan tidak diindahkan. “Sekarang ada soal. Ini kegagalan OPD teknis,” tegas Ignas.
Politisi Partai Golkar itu juga menyampaikan keberatannya jika harus ada rekomendasi dari lembaga untuk diproses hukum. Menurutnya, ada perbedaan fungsi DPRD dan masyarakat dalam hal ini meskipun tujuannya tetap sama. “Sebagai DPRD tentu cara kita berbeda. Jika Lembaga K.P.K dan masyarakat Desa Gekeng Derang mendorong kasus ini ke APH, silakan. Didorong saja ke APH, kenapa tidak? Biar ada efek jera,”tegas Ignas Uran.
Sementara itu, Wakil Ketua Lembaga K.P.K Flores Timur, yang ditemui seusai RDP mengatakan dirinya sepakat dengan Ignas Uran, bahwa robohnya talud Kali Belo adalah bukti kegagalan OPD teknis dalam menjalankan program kegiatan. “Iya, jelas OPD teknis gagal,” ujar Bachtiar.
Lamawuran juga secara khusus menyoroti pernyataan Ignas tentang perlunya perubahan kontrak. “Saya pikir, apa yang disampaikan Pak Ketua Komisi C tadi tepat bahwa jika ada perubahan material maka harus ada perubahan kontrak. Namun, jika benar testimoni Ketua Komisi C tadi bahwa untuk perubahan kontrak PPK mengatakan tidak ada regulasi, maka fatal. Itu fatal sekali,”ujar Bactiar.
Bactiar yang pernah menjadi anggota DPRD Flores Timur itu menjelaskan, regulasi tentang perubahan kontrak tentu ada. “Jika benar, sekali lagi, jika benar apa yang disampaikan oleh Pak Ketua Komisi C tadi, maka saya anggap PPK tidak tahu apa-apa soal aturan yang memayungi kerja mereka. Saya sendiri mencatat, paling kurang ada dua peraturan yang mengatur tentang perubahan kontrak,”ujar Bachtiar.
Lamawuran kemudian menyebutka, aturan pertama adalah Peraturan Presiden Nomor 16 tahun 2018, tentang pengadaan barang dan jasa pemerintah yang telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 12 tahun 2021. “Pasal 54 jelas terbaca bahwa terdapat perbedaan antara kondisi lapangan pada saat pelaksanaan dengan gambar dan/atau spesifikasi teknis/KAK yang ditentukan dalam dokumen Kontrak, PPK bersama Penyedia dapat melakukan perubahan kontrak, yang meliputi, menambah atau mengurangi volume, menambah atau mengurangi jenis kegiatan, mengubah spesifikasi teknis, dan mengubah jadwal pelaksanaan,” kata Bachtiar lagi.
Aturan kedua terkait perubahan kontrak, kata Bachtiar ada di Peraturan LPJK (Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi) Nomor 9 Tahun 2018 bagian lampirannya pada angka VII, poin 7.13 diatur juga terkait perubahan kontrak. “Isinya mutatis mutandis, dengan pasal 54 Perpres 16 tahun 2018. Jadi kalau PPK bilang tidak ada regulasi maka fatal,” terang Bachtiar.
Lamawuran juga menegaskan, Lembaga K.P.K Flores Timur mendorong persoalan ini ke APH, meski demikian pihaknya juga meminta DPRD dan pemerintah bisa segera menangani kondisi terkini di Gekeng Derang. “Robohnya talud ini mengancam kehidupan di Gekeng Derang, sehingga butuh penanganan cepat dari pemerintah dan DPRD agar bisa menyelamatkan kehidupan di sana,”tutup Lamawuran. (SuarNews/Team)
Dapatkan Artikel Viral dengan Gabung di Google News Kami
