Talud penahan longsor Kali Belo Desa Gekeng Derang yang roboh mendapat sorotan dari Lembaga Komando Pemberantasan Korupsi (Lembaga K.P.K) Flores Timur.
Ketua Lembaga K.P.K Flores Timur, Theodorus M. Wungubelen, SH menyesalkan robohnya talud penahan longsor yang baru selesai dikerjakan itu. “Bagaimana bisa proyek senilai Rp. 2,5 milyar rusak hanya karena hujan beberapa jam saja. Ini melahirkan tanda tanya,” ujarnya ketika dihubungi media ini.
Menurutnya, pertanyaan tersebut langsung menemukan jawaban ketika dirinya bersama Wakil Ketua Lembaga K.P.K Flores Timur, Bachtiar Lamawuran melihat langsung lokasi talud penahan longsor Kali Belo pada Rabu (29/12). “Tak perlu mata orang yang paham teknik sipil untuk menilai kualitas talud. Di antara batu tidak ada campuran semen yang mengikat pasangan. Satu-satunya ikatan adalah plesteran batu. Jadi menurut saya, itu pekerjaan plesteran batu, bukan pasangan batu,” ujarnya.
Theodorus Wungubelen menjelaskan, informasi yang dikumpulkan di masyarakat pekerjaan talud tersebut baru selesai dikerjakan pada Bulan Juni yang lalu. “Mungkin saja ini talud tersebut masih dalam masa pemeiliharaan. Jadi perbaikan atas kerusakan masih menjadi tanggung jawab pihak kontraktor. Tetapi tentu saja tidak dapat menghilangkan niat jahat dalam pelaksanaan pekerjaan ini. Menumpuk batu tanpa campuran semen tentu sebuah niat jahat, untuk meraup keuntungan lebih besar,” tegas Wungubelen.
Sementara itu, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pekerjaan Talud Penahan Longsor Kali Belo Desa Gekeng Derang, Laurensius Sogen, kepada Pos Kupang Rabu (29/12) mengakui kerusakan tersebut dan pihaknya bersama konsultan perencana, pelaksana pekerjaan, konsultan pengawas dan tim teknis telah melihat langsung lokasi Kali Belo pasca robohnya talud tersebut.
Menurut Sogen, kerusakan terjadi akibat hujan pada tanggal 24 Desember 2021, yang menyebabkan banjir di kali yang membawa serta material batu. Lanjutnya, masa pemeliharaan pekerjaan ini sampai dengan 16 Januari 2022, sehingga kerusakan ini masih menjadi tanggung jawab kontraktor pelaksana.
“Dari hasil konfirmasi kami dengan masyarakat disana, kerusakan itu karena banjir yang membawa serta material batu. Secara kontrak, proyek ini masih dalam tanggungjawab kontraktor pelaksana dengan nilai pemeliharaannya 5 persen dari pagu. Dan, pelaksananya siap bertanggungjawab melakukan perbaikan,” kata Sogen sebagaimana dilansir Pos Kupang.
Meskipun telah ada pernyataan kesanggupan memperbaiki kerusakan seperti yang disampaikan PPK, Lembaga K.P.K Flores Timur menegaskan, perbaikan pekerjaan ini tidak bisa parsial pada area yang hancur atau rusak saja. Tetapi harus menyeluruh. “Kesimpulan sementara kami ini dari data yang kami kumpulkan di lapangan bersama aparat desa dan warga, total loss. Secara struktur bangunan ini rusak semua sehingga perbaikan harus menyeluruh,” katanya lagi.
Ia juga mengatakan, kontraktor pelaksana dan konsultan yang terlibat dalam proses pekerjaan ini, baik perencanaan maupun pengawasan harus segera diperiksa. “Kontraktor pelaksana jelas harus diperiksa karena bangunan ini rusak padahal baru selesai dikerjakan sementara di lapangan tampak dengan mata telanjang tidak ada campurani semen dan pasir di antara batu,” ujarnya menerangkan.
Sementara itu, menurut Wungubelen, konsultan perencana harus juga diperiksa terkait produk perencanaannya. “Dari berita acara penjelasan pekerjaan fisik talud penahan longsor kali Belo, kami menemukan bahwa sudah ada rekanan yang mempersoalkan produk perencnaan,” kata Wungubelen.
Salah satu rekanan, lanjut Wungubelen, menanyakan apakah proses perencanaan menggunakan tenaga ahli dan apakah menggunakan alat ukur sebagaimana disyaratkan dalam dokumen lelang perencanaan. “Kami kemudian mencoba melihat persyaratan lelang konsultan perencana. PPK mensyaratkan dua orang tenaga ahli sumber daya air untuk perencanaan pekerjaan ini. Serta perencana harus menyiapkan alat ukut theodolit. Pertanyaan kita adalah, apakah tenaga ahlinya datang dan melakukan perencanaan dengan menggunakan alat ukur theodolit?” tanya Theodorus Wungubelen.
Ia melanjutkan, jika tenaga ahlinya tidak turun, maka pertanyaan berikutnya adalah siapakah yang menandatangani dokumen perencanaan dan perhitungan pengukuran apakah tenaga ahli atau hanya kepala perwakilan. “Jika tenaga ahli yang tanda tangan bagaimana dia bertanggung jawab atas produk perencanaan sementara tidak turun lapangan melakukan perhitungan,” kata Wungubelen lagi.
Theodorus Wungubelen yang juga pengacara Peradan itu lalu menjelaskan, terhadap konsultan pengawas pertanyaan yang sama bisa diajukan. “Dokumen lelang mensyaratkan satu orang tenaga ahli sumber daya air. Apakah ahli ini turun dan mengawasi pekerjaan? Jika diawasi mengapa tidak ada campuran semen dan pasir di antara batu? Jika ahli tidak datang, siapa yang menandatangani laporan kemajuan pekerjaan? Apakah ada tanda tangan tenaga ahli?” ujar Wungubelen mempertanyakan.
Menurutnya, pertanyaan-pertanyaan seperti di atas layak diajukan untuk membuka tabir pekerjaan talud penahan longsor Kali Belo Desa Gekeng Derang. “Semoga ini semua bisa terjawab dan menjadi jelas bagi publik,” pungkasnya menutup pembicaraan. (SuarNews/Team)
Dapatkan Artikel Viral dengan Gabung di Google News Kami









