Tanggapan Terhadap Penjelasan Sekaligus Klarifikasi Pemerintah Soal Pinjaman Daerah Kepada PT SMI. (Press Release Bagian Protokol dan Komunikasi Pimpinan 23 Agustus 2021).
Rencana pinjaman daerah yang diungkapkan oleh Bupati Flores Timur Anton Hadjon memantik beragam tanggapan. Berbagai tanggapan yang muncul kemudian memunculkan klarifikasi terhadap hal tersebut yang dirilis oleh Bagian Protokol dan Komunikasi Pimpinan Sekretariat Daerah Flores Timur.
Terhadap penjelasan dan klarifikasi ini, saya ibaratkan sebagai sebuah tindakan menyeka wajah dengan handuk basah. Kelihatan sekali pejabat yang menyusun materi klarifikasi ini mati-matian berusaha merangkai logika demi merasionalkan pernyataan Bupati agar terlihat logis dengan aturan yang dipaparkan. Sayangnya tanpa sadar materi penjelasan ini menyimpan banyak bolong yang justru saling “menampar”. Jelas tergambar dari poin-poin yang saya gambarkan berikut ini.
Tentang Judul
Penyusun materi klarifikasi, berusaha keras mencari kalimat yang tepat untuk membelokan cara berpikir publik yang terlanjur terkristalisasi oleh pernyataan Bupati bahwa pinjaman tersebut telah diajukan dengan menyelipkan kalimat RENCANA PENGAJUAN,
Sedangkan pernyataan Bupati tegas menyatakan bhwa pinjaman itu telah diajukan. Berikut kutipan pernyataan bupati sebagaimana dikutip dari Pos Kupang 13 Agustus 2021, Bupati Flores Timur, Antonius Gege Hadjon mengatakan, Pemda Flotim sudah mengajukan pinjaman daerah sebesar Rp 100 miliar lebih.
Penjelasan Poin 2
Menurut pemerintah bahwa terkait pinjaman daerah dimaksud terdapat dua rezim hukum yang berbeda. Saya justru melihat bahwa pemerintah sendiri yang bicara mengacaukan dua rezim aturan tersebut. Konteks dan tujuan pinjaman adalah PEN Daerah sebagaimana diatur oleh rezim PP 23 tahun 2020 Jo PP 43 tahun 2020, tetapi tujuan pinjaman daerah yang dinyatakan ke publik adalah untuk pembangunan infrastruktur yang diatur oleh rezim PP 56 tahun 2018.
Saya sekali lagi mengutip Pos Kupang 13 Agustus 2021 terkait hal ini. Menanggapi tanggapan publik tentang dirinya meninggalkan utang, ia mengatakan, pinjaman itu sangat membantu untuk menjawab persoalan-persoalan mendasar seperti infrastruktur di Flores Timur. “Utang juga baik kok. Contohnya, jalan 1 KM kita bangun tahun ini dengan biaya Rp 2 Miliar, lima tahun lagi kita bangun, biayanya sudah mencapai Rp10 Miliar. Jika kita hitung dengan bunga, maka lebih berimbang dan menguntungkan. Bahkan jauh lebih menguntungkan. Persoalan masyarakat juga terjawab,” tandasnya.
Penjelasan poin 3
Bahwa, pengajuan pinjaman daerah ini hendak dilakukan setelah semua dana DAK ditarik oleh pemerintah pusat untuk menghadapi Covid-19.
Pejabat penyusun materi klarifikasi ini perlu membaca PMK 17 tahun 2021 sebagai dasar pemotongan anggaran daerah oleh pemerintah pusat menghadapi Covid-19, dan seluruh dokumen penjelasan pemerintah yang diajukan ke DPRD Flores Timur dalam rangka penyesuaian APBD Kabupaten Flores Timur tahun 2021 atas dasar perintah PMK 17 tahun 2021 demi menghadapi Covid-19.
Faktanya kita ketahui ada pelelangan puluhan proyek di Dinas PKO yang sumbernya dananya adalah DAK. Demikian juga ada proyek yang dibiayai oleh Dana DAK di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kabupaten Flores Timur. Lalu bukankah kita semua yang masih punya akal sehat akan bertanya benarkah pernyataan bahwa semua dana DAK ditarik kembali ke pusat untuk penanganan Covid-19?
Masih pada poin 3, menurut klarifikasi ini, bahwa penjelasan yang disampaikan oleh Bupati Flores Timur adalah pinjaman PEN Daerah, bukan pinjaman sebagaimana dimaksud PP 56 tahun 2018.
Sesuai pernyataan Bupati bahwa pinjaman itu diarahkan untuk perbaikan infrastruktur daerah, rezim aturan tentang PEN daerah tidak diperuntukan untuk infrastruktur. Dan yang seperti publik pahami, dalam banyak tanggapan di media sosial dan media online pinjaman untuk pembiayaan infrastruktur diatur oleh rezim PP 56 tahun 2018.
Hal ini dalam pandangan saya, staf penyusun materi klarifikasi ini hendak menyelamatkan bupati dari keterlanjuran bicara, tapi justru menyodorkan teguran staf secara tidak langsung kepada Bupati. Dengan demikian, saran saya adalah segera perbaiki cara meluruskan pernyataan atasan dihadapan publik akibat keterlanjuaran bicara.
Penjelasan Poin 4
Harus dipahami bersama bahwa PMK tidak termasuk dalam hirarki peraturan perundang-undangan. PMK memiliki kekuatan mengikat sepanjang materi pengaturannya diperintahkan oleh aturan di atasnya. (Mohon dibaca UU 12 tahun 2011 dan perubahannya).
Maksud menyodorkan PMK ini untuk menjelaskan bahwa terkait pinjaman daerah pemerintah hanya bersurat kepada DPRD sebelum diajukan pinjaman? Bila kita cermat membaca PP 23 Jo PP 43 thn 2020, ke dua PP ini tidak mengatur tentang mekanisme pelibatan DPRD terkait pengajuan pinjaman daerah. Tidak ditemukan pada kedua PP ini yang memerintahkan untuk pinjaman daerah, pemerintah hanya bersurat ke DPRD.
Untuk itu memahami tugas fungsi DPRD harus lebih bijak, mekanisme tugas dan fungsi DPRD berkaitan dengan pinjaman daerah harus kembali kepada mekanisme yang diatur oleh rezim aturan lain yang terkait. Jangan serta merta menggunakan PMK sebagai alas argumentasi.
Bagaimana bisa pinjaman daerah yang berkonsekuensi rakyat terbebani dengan utang, serta pinjaman tersebut diperlakukan sebagai pendapatan dan harus masuk ke APBD dengan segala konsekuensi anggaran pembayaran pokok dan bunga pinjaman tidak harus disetujui DPRD?
Inilah cara pemerintah pusat memanfaatkan bencana covid untuk BUMN bisa ada kerja dan mendapatkan untung. Selain itu pemerintah pusat juga menyadari, benar bahwa tidak mudah meminta persetujuan DPRD terkait pinjaman daerah. Sehingga PMK ini dibuat untuk menegasikan ketentuan tentang posisi DPRD pada rezim PP 56 tahun 2018.
Bagaimana kalau kemudian pinjaman tersebut mau dimasukan ke APBD dengan segala konsekuensi pokok dan bunga harus dibayar malah ditolak oleh DPRD karena tidak dilibatkan? Jangan malu untuk belajar pada daerah lain termasuk propinsi, sebelum mengajukan pinjaman daerah meminta persetujuan DPRD.
Penjelasan Poin 5
Yang keliru menggunakan rujukan aturan siapa? Kegaduhan ini justru dipicu penjelasan Bupati melalui media secara tidak tepat. Kalau pinjaman tersebut dimaksudkan untuk PEN Daerah menghadapi Covid-19, buka ruang untuk dibicarakan dari aspek anggaran sehingga terjawab mengapa pinjaman itu harus dilakukan.
Pertanyaan sederhana yang dapat diajukan antara lain, di mana hasil refocusing anggaran 46 miliar utk menghadapi Covid-19 tahun 2021? Berapa banyak untuk jaring pengaman sosial? Berapa banyak untjuk penguatan modal usaha UMKM? Semoga pemerintah bisa jujur menjawabnya.
Theodorus M. Wungubelen, SH, warga Flores Timur, tinggal di Larantuka
Dapatkan Artikel Viral dengan Gabung di Google News Kami
