Ribuan massa kepung gedung DPR.
Tanggal 25 Agustus 2025 jadi saksi ribuan mahasiswa, pelajar, dan ojol tumpah ruah di Kompleks DPR/MPR RI, Jakarta. Mereka turun ke jalan dalam aksi bertajuk Revolusi Rakyat Indonesia, menolak keras kenaikan tunjangan DPR yang dinilai nggak masuk akal di tengah kondisi rakyat yang lagi seret.
Suara rakyat makin lantang.
Spanduk, poster, dan orasi menggema. “Kami menolak DPR yang cuma mikirin diri sendiri!” teriak salah satu mahasiswa dari atas mobil komando.
Damai berubah ricuh.
Awalnya aksi berjalan tertib, tapi mulai panas ketika massa berusaha mendekati pagar DPR. Polisi langsung tembakkan gas air mata dan meriam air. Bahkan, ada jurnalis yang kena imbas, termasuk fotografer ANTARA yang dipukul aparat.
Sorotan dunia nggak bisa dihindari.
Media asing ikut menyoroti. Reuters angkat soal bentrokan polisi vs demonstran dan ketimpangan gaji DPR yang bisa tembus Rp100 juta, kontras dengan rata-rata pekerja cuma Rp3 jutaan.
Malaysia juga ikut nyinyir.
The Edge Malaysia fokus pada tunjangan perumahan Rp50 juta/bulan yang bikin publik makin muak, apalagi di saat Presiden Prabowo lagi kampanye penghematan anggaran.
Bloomberg lihat sisi politik.
Media bisnis AS ini bilang, DPR hadapi dilema besar: fasilitas mewah di atas, rakyat tetap terhimpit biaya hidup di bawah.
Singapura kasih tamparan telak.
Channel News Asia nyorot DPR yang dianggap “nggak peka”. Mereka bahkan bandingin gaji guru Indonesia Rp1,2–7 juta dengan penghasilan anggota DPR yang bisa tembus Rp230 juta setelah tunjangan.
Lebih dari sekadar angka.
Buat mahasiswa, demo ini adalah jeritan frustrasi. Buat ojol, tunjangan DPR jadi simbol ketidakadilan. Yang jelas, kebijakan ini memperlebar jurang sosial dan bikin krisis kepercayaan publik makin dalam.
Pesan moralnya keras dan jelas.
Demo 25 Agustus 2025 bukan cuma soal uang, tapi juga soal legitimasi politik. Dunia melihat: wakil rakyat bisa hidup mewah, tapi apakah mereka benar-benar dengar suara rakyat?
Dapatkan Artikel Viral dengan Gabung di Google News Kami









