Siswi paskibra ditemukan tewas mengenaskan.
Diva Febriani (15), pelajar SMP asal Mandailing Natal, Sumut, jadi korban pembunuhan sadis. Jasadnya ditemukan di kebun sawit, tanpa busana, dalam ember putih, terkubur di lubang tanah.
Hilang 2 hari, ditemukan tragis.
Awalnya, motor Diva ditemukan warga di perkebunan. Warga curiga karena bau busuk menyengat dari arah lubang. Ternyata, jasad Diva ada di sana. Peristiwa ini terjadi 29 Juli 2025 dan langsung bikin geger satu desa.
Pelakunya ternyata tetangga sendiri.
Polisi gerak cepat. Seorang pria berinisial Y, warga satu desa, langsung ditangkap. Awalnya diduga cuma mau rampas motor, tapi muncul dugaan kejahatan seksual sebelum korban dihabisi.
Gak ada yang nyangka sama sekali.
Y dikenal warga sekitar. Fakta bahwa pelaku adalah orang dekat bikin masyarakat makin syok—karena tempat tinggal seharusnya jadi zona aman, bukan sumber bahaya.
Diva bukan sekadar korban.
Dia adalah siswi aktif paskibra. Disiplin, ceria, dan semangat saat latihan. Teman-teman dan gurunya mengenal Diva sebagai pribadi yang bright dan easygoing.
Netizen ikut berduka mendalam.
Akun TikTok @difcomel5 yang diduga milik Diva dibanjiri komentar belasungkawa. Banyak yang gak kenal tapi tetap merasa kehilangan.
“Tenang di sana ya kak,” tulis @wiwill
“Kakak sekarang pahlawan kecil kita,” kata @gatau siapa
Makin viral, makin dicari-cari.
Netizen coba cari akun Instagram Diva, pakai kata kunci “divafebriani” sampai “diva.paskibra2025”, tapi belum ada yang valid. Momen ini bikin publik refleksi: gimana harusnya kita bertindak di situasi duka?
Jangan cuma viral, harus sadar.
Tragedi ini lebih dari sekadar headline. Ini sinyal keras bahwa keamanan remaja (apalagi perempuan) masih jauh dari kata aman—bahkan dari lingkungan sendiri.
Ruang aman tuh harus nyata.
Remaja berhak hidup tenang, bebas dari ancaman. Tapi kenyataannya, kekerasan masih bisa terjadi dari orang yang seharusnya bisa dipercaya.
Media sosial: pedang dua sisi.
Di satu sisi, netizen kasih dukungan & doa. Tapi di sisi lain, perburuan info pribadi korban kadang kelewat batas. Simpati itu penting, tapi jangan sampai melanggar privasi keluarga.
Apa yang bisa kita lakuin?
Edukasi tentang kekerasan & perlindungan anak
Dukung keluarga korban dengan empati, bukan kepo
Kawal proses hukum biar adil dan transparan
Dorong aparat untuk bertindak cepat dan tegas
Buka ruang diskusi soal keamanan remaja
Diva = simbol perjuangan & kesadaran.
Kisahnya bukan cuma tentang duka, tapi juga panggilan buat kita semua. Bahwa ada yang salah, dan harus segera dibenahi—dari sistem, lingkungan, sampai cara kita peduli.
Semoga Diva tenang di sisi Tuhan.
Dan semoga, gak ada lagi remaja yang harus jadi korban karena dunia gak cukup aman buat mereka.
“Duka ini bukan cuma milik keluarga, tapi milik semua yang peduli akan masa depan anak-anak Indonesia.”
Dapatkan Artikel Viral dengan Gabung di Google News Kami








