Talud penahan longsor Kali Belo Desa Gekeng Derang Kecamatan Tanjung Bunga roboh. Kepala Desa Gekeng Deran Fidelis Tukan mengakui hal tersebut. Ditemui di Gekeng Derang Rabu (29/12) ia menjelaskan, Tukan menyesali robohnya talud penahan longsor tersebut.
Menurutnya, talud yang baru selesai dikerjakan pada Bulan Juni yang lalu seharusnya masih kokoh. “Talud ini baru selesai dikerjakan sekitar Bulan Juni 2021. Jadi usianya baru sekitar enam bulan. Baru hujan sehari pada tanggal 24 Desember yang lalu sudah roboh,” ujarnya dengan raut wajah sedih.
Ia mengaku khawatir dengan keselamatan warganya yang tinggal di sekitar kali Belo. “Terus terang ini baru hujan satu kali. Kami di kampung sini puncak curah hujan biasanya terjadi di bulan Januari-Februari. Hujan baru satu kali sudah roboh bagaimana nanti di saat puncak curah hujan?” ujarnya dengan nada tanya.

Menurutnya, ia bersama perangkat desa dan warga telah mengukur talud penahan longsor yang roboh. “Ada sekitar sembilan titik yang roboh dengan total panjang 243 meter. Belum termasuk rabat dan pasangan batu di titik awal dan cross way yang membentang di tengah kali,” ujarnya lagi.
Lebih lanjut ia menjelaskan, Pemerintah Desa Gekeng Derang akan membuat laporan resmi ke Pemerintah Kabupaten Flores Timur untuk segera ditindaklanjut dengan perbaikan talud tersebut. “Saya pikir keselamatan warga saya ketika curah hujan tinggi maka air bisa meluap masuk ke pemukiman,” ujarnya lagi.
Sementara itu, Frans Parak Tukan, salah seorang warga Gekeng Derang menceritakan pada Selasa (28/12) pihak BPBD Flores Timur, kontraktor pelaksana, konsultan perencana dan konsultan pengawas telah datang ke lokasi melihat kerusakan tersebut. “Kami senang karena mereka datang lihat kondisi di lapangan. Yang kami sesalkan adalah mereka menyampaikan ini seolah-olah bencana. Ini bukan bencana, hujan baru satu hari. Bangunan ini memang tidak kuat. Bisa dilihat sendiri bagaimana kualitas bangunan ini,” ujarnya dengan marah.

Seorang warga lain, Petrus Kelen juga mengakui kualitas bangunan talud yang tidak kuat. “Bangunan ini adalah bangunan untuk mengantisipasi bencana. Bagaimana bisa bencana belum ada sudah roboh duluan?” ujarnya dengan nada tanya.
Petrus Kelen, kemudian menjelaskan, ia menyangsikan kualitas bangunan talud yang dikerjakan oleh PT. Entete Jaya konstruksi ini karena di bagian yang roboh bisa nampak dengan mata telanjang pasangan batu dikerjakan tanpa spesi atau campuran semen dan pasir. “Kita bisa melihat dengan mata telanjang batu ditumpuk tanpa campuran semen dan pasir. Sebagai warga kami menyesal karena proyek ini dikerjakan dengan anggaran Rp. 2,5 milyar lebih tetap hujan baru turun sekali saja di kampung ini langsung roboh,” ujarnya menutup pembicaraan. (SuarNews/Team)
Dapatkan Artikel Viral dengan Gabung di Google News Kami









