Hari ini, pemilik lahan yang terkena dampak pelebaran akses jalan menuju Bandara Gewayantana bersama dengan kuasa hukumnya diundang ke DPRD Flores Timur. Agenda pertemuan hari ini adalah Rapat Dengar Pendapat antara Gabungan Komisi DPRD Flores Timur dengan Pemerintah dan Para Pihak terkait penyelesaian ganti rugi pembebasan tanah untuk pelebaran jalan ruas Weri-Watowiti (akses bandara).
Pertemuan ini adalah pertemuan kedua, setelah sebelumnya pada Senin 7 Juni yang lalu, beberapa pemilik lahan bersama kuasa hukumnya menemui DPRD menyampaikan keberatan mereka terkait ketidakjelasan pembayaran ganti rugi oleh pemerintah. Dalam pertemuan tersebut Fraksi Partai Golkar, Fraksi Partai Amanat Nasional dan Fraksi Gerindra memberikan dukungan kepada para pemilik tanah yang menuntut haknya.
Ketua Fraksi Golkar Yosep Sani Betan, ST menegaskan sikap fraksi agar biaya ganti rugi tersebut segera dibayar. Ketua Partai Golkar Flores Timur itu juga secara terbuka menyebut, fakta adanya penundaan pembayaran ganti rugi tanah dimaksud merupakan akibat dari sikap tidak terbukanya pemerintahan Anton Hadjon selama proses pembahasan anggaran untuk Tahun Anggaran 2021.
Sani Betan menjelaskan proyek pada tahun anggaran 2018 tersebut didanai dari APBN dan dukungan pemerintah daerah dalam proyek tersebut antara lain berupa penyiapan lahan. Ia mewanti-wanti jika pemerintah pusat mengetahui bahwa proyek itu masih bermasalah, khususnya dalam urusan penyiapan lahan, maka bukan tidak mungkin hal ini akan menjadi catatan tersendiri bagi kucuran dana pembangunan pada tahun-tahun mendatang.
Fraksi Partai Amanat Nasional melalui Ketua Fraksi, Rofinus Kabelen, SH menyayangkan kondisi yang dialami oleh para pemilik lahan sebagai akibat tidak komitmennya Pemerintah dalam persoalan ini. Ia menyebut lambannya pemerintah mengeksekusi pembayaran ganti rugi tanah dimaksud sebagai praktik ingkar janji secara sepihak yang dipertontonkan pemerintah kepada warga sendiri. Karena itu, F-PAN mengharapkan perlu adanya forum lebih lanjut yang menghadirkan pemerintah untuk menjelaskan kondisi yang sesungguhnya. F-PAN menilai penjelasan langsung dari Pemerintah, dalam hal itu Badan Keuangan dan Aset Daerah (BKAD) Flores Timur sangat diperlukan agar jumlah utang daerah ini tidak dibiarkan terus bertambah.
Sedikit berbeda dari Golkar dan PAN, Fraksi Gerindra tampil lebih beringas. Di hadapan para pemilik lahan dan kuasa hukumnya, Fraksi Gerindra melalui Ketua Fraksi Muhidin Demon Sabon menguliti Pemerintah. Dalam rapat yang dipimpin oleh Wakil Ketua DPRD Flores Timur Matias W.Enay tersebut, Muhidin mengatakan jika tidak segera membayar ganti rugi bagi masyarakat, maka Partai Gerindra akan mengeluarkan mosi tidak percaya kepada Pemerintah.
Ia juga mengatakan terkatung-katungnya proses pembayaran ganti rugi atas lahan yang telah digunakan oleh pemerintah bagi pelaksanaan proyek pelebaran jalan menuju Bandara Gewayantana-Watowiti itu, memperlihatkan bahwa sikap pemerintah yang terkesan mengkhianati hati rakyat.
Muhidin Demon Sabon juga mengatakan seolah-olah lembaga DPRD hanya sebagai kambing congek. Gerindra juga meminta dengan tegas agar Pemerintab harus segera membayar, tak peduli mau ambil uang darimana, yang penting bagi Muhidin dan Gerindra adalah jangan khianati hati rakyat.
Sikap Gerindra sebagai salah satu partai pengusung kepemimpinan politik Flores Timur hari ini memang cukup mengejutkan. Hal ini melahirkan harapan di mata para pemilik lahan khususnya dan publik Flores Timur pada umumnya, di tengah carut marut tata kelola pemerintahan Flores Timur hari ini, yang memang selama dikritisi berbagai pihak. Sikap Gerindra yang disuarakan oleh Muhidin ini diapresiasi banyak pihak.
Tapi hanya berselang sehari, Gerindra berbalik memunggungi para pemilik tanah. Lagi-lagi melalui Muhidin Demon, Gerindra mengutuk aksi para pemilik lahan yang menutupi sebagian jalan dibangun di atas lahan mereka. Muhidin bahkan menyebut aksi para pemilik lahan itu sebagai aksi premanisme. Duh!!
Muhidin, Ketua Fraksi Gerindra itu mungkin lupa, bahwa ia sendiri yang mengatakan bahwa akan mengajukan mosi tidak percaya kepada pemerintah. Dia lupa bahwa, ketika wakil rakyat tidak lagi percaya kepada Pemerintah, lalu kepada siapa lagi rakyat percaya??
Muhidin dan Gerindra mungkin tak ingat lagi, bahwa dalam pertemuan di DPRD Flores Timur itu, para pemilik tanah telah mengatakan semua upaya sudah mereka lakukan termasuk somasi kepada pemerintah yang juga tidak pernah dijawab. Lalu apakah salah ketika rakyat memilih jalannya sendiri untuk menutup akses jalan di atas tanah miliknya karena pemerintah pun abai pada mereka??
Wakil rakyat, yang pernah datang dan meminta dukungan pada rakyatnya justru saat duduk di atas kursi empuk DPRD dengan lantang memberi stigma keras pada aksi warga yang menuntut hak dengan diksi preman. Sungguh disayangkan.
Sangat boleh jadi apa yang dipertontonkan secara telanjang kepada publik oleh Gerindra ini adalah politik dua kaki. Agar aman di mana-mana. Aman karena tampak seolah berpihak pada rakyat di suatu saat, dan aman juga sebagai partai pengusung pemerintah. Muhidn dan Gerindra bisa jadi hari ini tidak menghadiri Rapat Dengar Pendapat Para Pihak dengan Pemerintah dan DPRD karena karena Ketua Fraksi Gerindra itu menilai aksi premanisme oleh pemilik lahan membuat agenda RDP tidak diperlukan lagi. Jika benar Muhidin dan Gerindra tak hadiri RDP maka biarlah pada saatnya rakyatlah yang akan menghakkimi mereka.
Dapatkan Artikel Viral dengan Gabung di Google News Kami
