Rumah Sahroni ricuh, massa bawa kabur barang.
Sabtu, 30 Agustus 2025, Kebon Bawang, Tanjung Priok, mendadak heboh. Ratusan warga menyerbu rumah Ahmad Sahroni, Wakil Ketua Komisi III DPR RI, dan merangsek masuk sambil membawa barang-barang mewah milik keluarga Sahroni.
Barang-Barang Mewah Jadi Sorotan
Beberapa item yang diangkut massa bikin netizen melongo:
Jam tangan Richard Mille: senilai Rp11,7 miliar, simbol gaya hidup miliarder.
Piano besar: harga sekitar Rp20 juta, jadi bukti kelas atas.
Action figure Iron Man: lebih dari Rp100 juta, fantastis banget!
Tas Louis Vuitton: model Monogram & Damier, masing-masing Rp7–10 juta, simbol status sosial.
Barang-barang ini nggak cuma bernilai materi, tapi jadi simbol jurang sosial antara elite politik dan rakyat biasa.
Ketika Kemewahan Memicu Amarah
Penjarahan ini bukan sekadar kriminal, tapi simbol ketidakadilan sosial. Rakyat muak melihat barang mewah di tengah kenaikan harga kebutuhan pokok dan pengangguran. Jam tangan miliaran? Piano ratusan juta? Netizen bilang, “Kami cuma mau sekolah murah dan kerja layak.”
Krisis Kepercayaan ke DPR
Kasus ini nunjukin DPR mulai kehilangan legitimasi moral. Selama ini kritik disalurkan lewat demo atau media sosial, tapi kemarahan rakyat bisa meledak jadi aksi nyata ketika nggak didengar.
Pimpinan elite harus bercermin: hidup glamor di tengah rakyat susah cuma bikin jurang makin dalam. Demokrasi butuh empati, bukan pamer kekayaan.
Simbol Kultural: Iron Man & Louis Vuitton
Barang-barang yang dijarah bukan sekadar benda mahal, tapi punya makna simbolik:
Iron Man → fantasi kekuatan super, sesuatu yang rakyat biasa nggak punya.
Louis Vuitton → status sosial yang nggak terjangkau mayoritas.
Ini jadi bentuk “perlawanan simbolik” terhadap gaya hidup elite yang jauh dari realitas rakyat.
Tantangan ke Depan: Bangun Kepercayaan
Beberapa langkah penting:
Transparansi kekayaan pejabat → rakyat tahu sumber & penggunaan uang.
Gaya hidup sederhana → pemimpin lebih diterima.
Pendekatan humanis → rakyat ingin didengar.
Kebijakan pro-rakyat → fokus pendidikan, kesehatan, kerja.
Penjarahan ini buka luka lama antara rakyat dan wakil mereka. Tapi dari sini, kita belajar demokrasi cuma sehat kalau ada saling percaya antara rakyat & pemimpin.
Dapatkan Artikel Viral dengan Gabung di Google News Kami









