BI Tahan Bunga Acuan 3,5% karena Inflasi Terkendali

BI, inflasi, Suku Bunga
Rate this post

Jakarta, suarnews.com- Bank Indonesia kembali mempertahankan suku bunga acuan di level terendah sepanjang sejarah sebesar 3,5%.  BI tetap bertahan di era bunga murah meski bank sentral global lainnya telah menaikkan suku bunga acuan, terutama Bank Sentral Amerika Serikat, The Federal Reserve.  “Rapat Dewan Gubernur BI pada 20-21 Juli 2022 memutuskan untuk mempertahankan BI 7 days reverse repo rate sebesar 3,5%,” Gubernur BI Perry Warjiyo dalam Konferensi Pers hasil Rapat Dewan Gubernur bulan Juli 2022, Kamis (21/7). Suku bunga fasilitas simpanan alias deposito facility tetap 2,75%. Demikian pula dengan bunga pinjaman atau lending facility tetap 4,25%. BI telah mempertahankan suku bunga acuan sejak Februari 2021.  Perry menjelaskan, perekonomian global diperkirakan tumbuh lebih rendah dibandingkan proyeksi sebelumnya.

Baca artikel terkait lainnya:

Read More
BACA JUGA  Jadwal dan Lokasi SIM Keliling Jakarta, 30 November 2024: Cara Mudah Perpanjang SIM A dan C!

Sri Mulyani: Kemungkinan Suku Bunga BI Naik Jadi 4,5% Tahun Ini

Resiko stagflasi juga meningkat di banyak negara seiring tekanan inflasi global meningkat akibat lonjakan harga komoditas, gangguan rantai pasokan global, hingga meluasnya kebijakan proteksionisme pada komoditas pangan.  The top 5 reef-safe sunscreens for 2022 “Beberapa negara seperti Amerika Serikat telah merespons dengan pengetatan moneter dan kenaikan suku bunga yang lebih agresif sehingga menahan pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan risiko stagflasi,” kata Perry.  BI pun memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi global dari prediksi sebelumnya sebesar 3,5% menjadi 2,5%. Pertumbuhan ekonomi yang lebih rendah, menurut Perry, terutama akan dialami Amerika Serikat, Eropa, Cina, Jepang, dan India.  Perry mengatakan, perlambatan ekonomi global perlu diwaspadai agar tak berdampak ke ekonomi domestik. Perekonomian Indonesia pada kuartal kedua diperkirakan akan terus berlanjut ditopang oleh peningkatan konsumsi dan investasi. Hal ini terlihat dari sejumlah indikator perekonomian, seperti kepercayaan konsumen, penjualan eceran, PMI manufaktur, serta kinerja ekspor dan impor.  Meski demikian, menurut Perry, potensi kenaikan inflasi pada semester kedua berpotensi menahan laju pertumbuhan domestik. Ia memperkirakan pertumbuhan ekonomi  tahun ini akan berada di bawah titik tengah proyeksi  Bank Indonesia sebesar 4,5% hingga 5,3%.  BI memperkirakan, inflasi pada tahun ini akan lebih tinggi dari target maksimal sebesar 4%. Namun demikian, menurut Perry, inflasi inti yang menjadi indikator BI dalam menentukan kebijakan suku bunga tetap akan terkendali di bawah 4%.

Dapatkan Artikel Viral dengan Gabung di Google News Kami

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *