Pepesan Kosong Rumah Sakit Adonara

Ilustrasi (Istimewa)

Pada saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara DPRD Flores Timur dan Ormas Koalisi Rakyat Bersatu Flores Timur  (KRBF) ada satu point yang menarik  untuk didiskusikan. Menariknya hingga selesai RDP tersebut tidak ada titik temu antara DPRD Flores Timur dan KRBF terkait hal tersebut.

Hal tersebut adalah pengusulan dana mendahului perubahan anggaran 2021. Dalam dokumen tersebut diusulkan dana sebesar Rp. 6 milyar, sebagai satu-satunya penerimaan baru.

Penerimaan ini, menurut dokumen usulan tersebut, bersumber dari denda keterlambatan pembangunan Rumah Sakit Adonara. Pekerjaan Pembangunan Rumah Sakit Adonara senilai Rp. 15,657 milyar tersebut dilaksanankan oleh PT. Marabuntha Cipta Laksana pada tahun anggaran 2018 yang lalu.

Dalam pelaksanaannya menurut informasi yang dihimpun media ini, PT. Marabuntha Cipta Laksana mengajukan sampai 8 kali addendum waktu pelaksanaan. Artinya, hingga waktu kontrak berakhir pekerjaan tersebut belum selesai, sehingga PT. Marabuntha Cipta Laksana mengajukan addendum perpanjangan waktu pelaksanaan.

Meskipun mengajukan addendum perpanjangan waktu pelaksanaan namun sesuai aturan yang berlaku, kepada pelaksana PT. Marabuntha Cipta Laksana tetap dikenakan denda keterlambatan. Sesuai dengan peraturan pengadaan barang dan jasa pemerintah, besaran denda adalah 1/100 dikali nilai kontrak perhari. Sehingga dari nilai kontrak tersebut PT. Marabuntha Cipta Laksana harus membayar denda keterlambatan kurang lebih Rp. 15 juta perhari.

BACA JUGA  Bansos BPNT Mei-Juni 2024 Cair, Uhuyyy Segera Cek Saldo KKS Anda

Menurut perhitungan Inspektorat Daerah Kabupaten Flores Timur, hingga pekerjaan itu diselesaikan denda keterlmbatan yang harus dibayar oleh PT. Marabuntha Cipta Laksana sebesar Rp. 9 milyar. Di sinilah letak persoalannya. Jika berdasarkan perhitungna Inspektorat Daerah denda keterlambatan pekerjaan Rumah Sakit Adonara sebesar Rp. 9 milyar mengapa Pemerintah Kabupaten Flores Timur hanya mengusulkan Rp. 6 milyar pada dokumen usulan anggaran mendahului perubahan sebagai satu-satunya penerimaan baru?

Publik tentu berhak untuk mempertanyakan kemana dana kurang lebih Rp. 3 milyar yang bersumber pada denda keterlambatan Pembangunan Rumah Sakit Adonara sebagaimana yang disampaikan oleh Inspektorat Daerah Flores Timur? Informasi yang dihimpun media ini, dalam penjelasan pemerintah kepada DPRD terkait hal tersebut dikarenakan sisa dana dari pos Pembangunan Rumah Sakit Adonara di kas daerah tinggal Rp.6 milyar saja. Jika benar penjelasan ini maka betapa mengerikan pengelolaan keuangan di daerah ini.

Betapa kabupaten ini sangat murah hati kepada penyedia jasa yang lalai menjalankan kewajibannya sehingga harus didenda, dengan memberikan diskon denda. Sialnya diskon tersebut sangat besar: Rp.3 milyar!!

BACA JUGA  Bansos BPNT 2024 Naik, Masyarakat Antusias Menunggu Pencairan!

Pertanyaan tentu tidak berhenti sampai di situ saja. Publik juga wajib mempertanyakan penerimaan baru sebesar Rp. 6 milyar yang bersumber dari denda keterlambatan Pembangunan Rumah Sakit Adonara yang telah dipangkukan tersebut digunakan untuk apa? Dalam norma ke-APBD-an setiap penerimaan harus dikeluarkan sebagai belanja. Sebagai penegas sekali lagi kita bertanya, Rp. 6 milyar tersebut digunakan untuk belanja apa?

Dalam RDP Ormas KRBF dengan DPRD Flores Timur, terhadap pertanyaan publik ini terbersit dua jawaban. Yoseph Sani Betan, ST, Ketua Fraksi Partai Golkar secara lugas mengatakan denda keterlambatan Pembangunan Rumah Sakit Adonara adalah pepesan kosong, karena tidak pernah dimunculkan sebagai belanja baru.

Pernyataan Betan, justru berbeda dengan penjelasan yang disampaikan Wakil Ketua DPRD Yosep Paron Kabon. Menurut Paron Kabon, penerimaan baru Rp. 6 milyar tersebut telah digunakan untuk membiayai pembangunan Rumah Sakit Adonara.

Penjelasan sangat sederhana dari Paron Kabon ini, justru memunculkan persoalan baru. Dalam dokumen APBD 2018, mata anggaran Pembangunan Rumah Sakit Adonara dipangkukan dengan nilai Rp.15,693 milyar lebih. Kemudian dikerjakan oleh PT. Marubantha Cipta Laksana dengan nilai kontrak Rp. 15,657 milyar lebih. Sesuai penjelasan Paron Kabon, penerimaan baru yang bersumber dari denda keterlambatan tersebut telah dipangkukan dalam belanja Pembangunan Rumah Sakit Adonara. Itu berarti ada tambahan Rp. 6 milyar pada pos belanja Pembangunan Rumah Sakit Adonara. Dengan demikian maka total anggaran untuk pos Pembangunan Rumah Sakit Adonara adalah sebesar Rp.21 milyar lebih. Mana yang benar? Siapa yang harus dipercayai? Jangan-jangan pernyataan-pernyataan yang keluar dari mulut pejabat publik terkait Pembangunan Rumah Sakit Adonara ini pun hanya sebuah pepesan kosong?

BACA JUGA  Bantuan PIP 2024 Sudah Cair! Cari Tahu Cara Mudah Cek Penerimanya!

Dalam komedi situasi Pepesan Kosong yang pernah ditayangkan oleh salah satu stasiun televisi, diceritakan Bolot, sang pemimpin di sebuah RT, memiliki gangguan pendengaran. Semua laporan dari bawahannya tak pernah disikapi dengan baik karena ia tuli. Pembicaraan antara Bolot dan bawahannya tak pernah nyambung. Ditanya lain, dijawab lain. Dilaporkan lain, disikapi lain. Semua itu terjadi karena di Pepesan Kosong, Bolot, sang pemimpin itu tuli. Menariknya, ketika berbicara soal pembagian uang dengan bawahannya selalu nyambung. Mendadak pendengarannya pulih dan dialog pembagian uang itu berlangsung mulus. Setelah itu Bolot, sang pemimpin di RT itu, kembali tuli. Semoga kita tidak sedang berada di negeri pepesan kosong.

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *