Pemilik tanah pada akses jalan menuju Bandara Gewayang Tanah, melayangkan somasi kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Flores Timur. Mereka menilai Pemerintah Daerah Flores Timur ingkar janji.
Theodorus M. Wungubelen, SH penasihat hukum para pemilik tanah, menjelaskan 13 orang pemilik tanah yang terkena dampak pelebaran akses jalan menuju Bandara Gewayang Tanah telah datang dan menemuinya untuk meminta pendampingan hukum. “Sejak tanggal 28 Mei 2021, 13 pemilik tanah akses bandara, telah memberikan kuasa kepada kami untuk mengambil langkah-langkah memperjuangkan hak mereka. Tahap pertama hari ini Senin 31 Mei 2021, kami telah menyampaikan somasi kepada Bupati melalui Tata Usaha Pimpinan Sekretariat Daerah Flores Timur,” ujar Wungubelen.
Theo Wungubelen kemudian menambahkan, batas akhir somasi tujuh hari terhitung sejak somasi diterima. “Dengan demikian somasi berakhir pada tanggal 6 Juni 2021. Apabila somasi tidak diindahkan, maka para pemilik tanah sudah menyetujui untuk diajukan gugatan wanprestasi ke pengadilan,” tegas Wungubelen.
Lebih lanjut, penasihat hukum para pemilik tanah itu menambahkan, dalam pertemuan dengannya, para pemilik tanah sangat kecewa dengan sikap dan jawaban Bupati pasca pertemuan dengan pihak Dinas Perumahan Rakyat, Camat Larantuka, dan Lurah Weri. “Menurut mereka jawaban bupati terkesan menantang para pemilik tanah. Inilah yang membuat mereka ahkirnya menjawab tantangan tersebut,” jelas Wungubelen lagi.
Sementara itu, Paulus Diaz, salah satu pemilik tanah menjelaskan bahwa pihaknya merasa Pemerintah Daerah Flores Timur dalam hal ini bupati, terkesan tidak berlaku adil kepada mereka. “Mengapa anggaran pembebasan tanah untuk perluasan bandara sebesar Rp. 5 milyar lebih dibayar, sedangkan tanah kami yang telah kami serahkan kepada pemerintah dan telah selesai dikerjakan pembangunan jalan malah tidak dibayar?” ujarnya mempertanyakan.
Padahal menurutnya, di dalam berita acara kesepakatan, Pemda menyatakan paling lama bulan April 2021 ganti rugi tersebut dibayarkan kepada mereka. Oleh para pemilik tanah, perlakuan tidak adil ini diduga karena salah satu pemilik lahan di perluasan badara yang telah dibayar adalah keluarga dari anggota DPRD.
![](https://www.suarnews.com/wp-content/uploads/2021/05/BA-Ganti-Rugi-Tanah-1.jpg)
Dalam penjelasannya kepada SuarNews, Theodorus M. Wungubelen, SH juga mengatakan sebagai kuasa hukum dirinya menyesalkan sikap pemerintah yang belum juga merealisasikan pembayaran meski tenggat waktu bulan April telah lewat. Menurutnya, hak rakyat harus dibayar, sesuai niat awal pemerintah yang telah dituangkan dalam berita acara kesepakatan. “Dengan bujuk rayu pemerintah, rakyat sudah mau menyerahkan tanahnya, Kemudian, setelah proyek pembangunan jalan selesai dikerjakan, sekarang pemerintah beralasan macam-macam,”ujar Wungubelen dengan kesal.
Menurutnya, kesepakatan adalah undang-undang bagi para pihak yang bersepakat sepanjang kesepakatan dimaksud tidak dibatalkan. “Di dalam hukum kita kenal dengan asas pacta sunt servanda. Kesepakatan tersebut juga sudah memenuhi syarat-syarat sebagaimana diatur dalam pasal 1320 KUH Perdata,”ujar Wungubelen lagi..
Wungubelen juga sangat yakin, bagian hukum Pemerintah Daerah Flores Timur mengerti betul, bahwa perbuatan melawan hukum wanprestasi pada ranah perdata dan delik penipuan pada KUH Pidana perbedaannya sehelai rambut.
Di bagian akhir penjelasanya, Wungubelen memberikan beberapa saran kepada Pemerintah Daerah Flores Timur untuk mengatasi persoalan ini. “Saya ingin mengritisi alasan refocusing anggaran sebagai sebab tidak terealisasinya pembayaran ganti rugi tersebut. Kalau alasan refocusing, seharusnya hak rakyat tidak dikorbankan. Hemat saya masih ada anggaran yang menurut pencermatan saya tidak penting dan tidak menjadi prioritas berkaitan dengan agenda refocusing,” tegas Wungubelen.
Ia kemudian merinci anggaran yang dalam pandangannya harus terkena refocusing antara lain, belanja sewa kendaraan dinas bermotor perorangan senilai Rp.1,261 miliar, belanja sewa gedung dan bangunan Rp.1,285 miliar, belanja sewa gedung tempat pertemuan Rp.1,118 miliar, belanja Bantuan Operasional Penyelenggaraan Paud Swasta Rp. 4 miliar dan belanja pemeliharaan peralatan dan mesin Rp. 2,368 miliar. “Justru anggaran pemeliharaan mesin ini rawan terjadi penyimpangan dan penggunaannya pun tergantung kapan mesin itu rusak. Faktanya juga alat berat Pemda tidak terlihat di Adonara waktu bencana seroja kemarin,” ujarnya menutup pembicaraan. (SuarNews/004)