Kabar duka bikin netizen terdiam. Selasa, 20 Mei 2025, Indonesia kehilangan sosok penting: Ibrahim Sjarief Assegaff, suami dari Najwa Shihab. Gak cuma dikenal sebagai pendamping jurnalis senior itu, beliau juga seorang pengacara dan Komisaris Utama di Narasi.
Pulang di tengah dedikasinya.
Almarhum menghembuskan napas terakhir di RS Pusat Otak Nasional, Jakarta Timur. Kabar ini langsung menyebar luas, bikin linimasa penuh ucapan belasungkawa dari tokoh politik, jurnalis, sampai netizen biasa.
Figur kalem, peran besar.
Meski jarang muncul di depan kamera, Ibrahim punya peran sentral di balik Narasi, media progresif yang berdiri tegak dengan idealisme. Dia adalah orang yang terus menjaga fondasi integritas dan kebebasan dalam dunia jurnalistik.
Dukungan penuh buat Najwa.
Banyak yang gak tahu, tapi sosok Ibrahim-lah yang jadi penopang besar di balik karier cemerlang Najwa Shihab. Diam-diam berpengaruh, tenang tapi penuh makna.
Publik figur angkat suara.
Dari politisi sampai tokoh agama, banyak yang mengenang beliau sebagai pribadi bijak dan berintegritas. Beberapa kolega bahkan cerita soal sifat tenangnya saat hadapi tekanan—benar-benar panutan.
Potret hangat keluarga.
Najwa memang jarang pamer kehidupan pribadi. Tapi saat Lebaran 1 April 2025 lalu, ia unggah foto keluarga bertiga: dirinya, Ibrahim, dan putra semata wayang mereka, Izzat Ibrahim Assegaf.
Unggahan itu sekarang jadi kenangan.
Komentar netizen penuh doa dan simpati. Foto keluarga yang awalnya penuh senyum, sekarang jadi pengingat akan cinta dan kehilangan.
Izzat dan jejak kenangan.
Putra mereka, Izzat—lahir tahun 1997—dikenal pintar dan berbobot. Postingan terakhirnya bareng sang ayah di ulang tahunnya, Februari lalu, kini dibanjiri komentar haru.
Warisan yang gak bakal hilang.
Ibrahim bukan cuma pengacara, dia tinggalkan nilai yang hidup: soal etika, keadilan, dan kebebasan media. Gak neko-neko, gak haus sorotan, tapi efeknya terasa luas.
Jadi pengingat buat kita semua.
Kepergian beliau adalah contoh bahwa orang-orang besar gak selalu harus jadi spotlight. Ada yang bekerja diam-diam, tapi hasilnya nyata.
Masyarakat ikut merasa kehilangan.
Empati publik nunjukin satu hal: nilai-nilai kemanusiaan masih kuat di tengah kita. Sosok seperti Ibrahim itu langka—dan ketika pergi, kita semua ikut merasakannya.
Sosok tenang, tapi menginspirasi.
Buat banyak orang, kehilangan ini dalam banget. Tapi nilai dan dedikasi Ibrahim bakal terus hidup di hati mereka yang mengenalnya—langsung maupun dari jauh.
Semoga keluarga Najwa dan Izzat diberi kekuatan, dan semoga warisan kebaikan Ibrahim terus jadi suluh buat masa depan Indonesia.
Dapatkan Artikel Viral dengan Gabung di Google News Kami
