Persoalan jasa medis tenaga kesehatan RSUD dr. Hendrikus Fernandez yang mencuat beberapa hari belakangan termasuk telah menjadi perhatian Pemerintah Daerah Kabupaten Flores Timur. Bupati Flores Timur Anton Hadjon hari ini Rabu (28/4) memberikan penjelasan gamblang terkait hal tersebut kepada wartawan sebagaimana disaksikan dalam tayangan video di laman facebooknya Antonius Hubertus Gege Hadjon.
Persoalan yang pertama kali diangkat oleh Ketua Komisi C DPRD Flores Timur Ignas Uran tersebut kemudian bergulir dan mendorong organisasi masyarakat sipil Koalisi Rakyat Bersatu Flores Timur untuk menemui manajemen RSUD dr. Hendrikus Fernandez Larantuka pada Senin (26/04) lalu.
Dalam pertemuan tersebut terbuka angka kewajiban Pemerintah Daerah Flores Timur kepda tenaga kesehatan RSUD dr. Hendrikus Fernandez, sebesar Rp.7 miliar lebih. Terhadap hal tersebut, Bupati Flores Timur Anton Hadjon menjelaskan persoalan jasa medis hampir sama dengan persoalan sertifikasi guru. Menurutnya, persoalan sertifikasi guru baru dapat diselesaikan pemerintahannya pada 2018 karena terus menumpuk dari tahun ke tahun. “Kalau benarnya, uang jasa itu kita anggarkan pada tahun anggaran berikutnya. Jadi kalau uang jasa 2019 harus kita anggarkan di tahun 2020. Begitu juga uang jasa tahun 2020 kita anggarkan di tahun 2021,” katanya menjelaskan.
Meskipun demikian ia menekankan, penting juga untuk memperhatikan kemampuan keuangan daerah. “Sehingga kalau belum dibayar akan tercatat sebagai utang. Untuk uang jasa 2019 itu tidak dianggarkan di APBD 2020. Kesepakatan antara pemerintah dan DPRD. Di tahun 2021 sudah dianggarkan. Kita hanya menunggu waktu saja untuk proses pembayaran,” ujar Anton Hadjon yang juga Ketua DPC PDI Perjuangan Flores Timur itu.
Bupati Flores Timur itu juga menjelaskan persoalan insentif tenaga kesehatan untuk penanganan kesehatan. Menurutnya, tahun 2020, ada intervensi pemerintah pusat untuk insentif tenaga kesehatan melalu DAK (Dana Alokasi Khusus-red) tambahan. “Tahun 2020 melalui PMK (Peraturan Menteri Keuangan-red) diperintahkan untuk dianggarkan dari DAU (Dana Alokasi Umum-red). Sementara insentif 2020 yang belum dibayarkan itu karena dana DAK tambahan hanya sekian, sementara kebutuhan sekian rupiah,”paparnya.
Menyikapi hal tersebut menurut Anton Hadjon, pihaknya menyurati pemerintah pusat karena hal tersebut merupakan kewenangan pemerintah pusat. “Di PMK yang terbaru juga tidak ada penegasan bagi pemerintah daerah untuk menganggarkan insentif tahun 2020. Jadi pemerintah sekarang hanya menganggarkan insentif untuk tenaga kesehatan pada tahun 2021,” ujar Anton Hadjon lagi.
Untuk saat ini pihaknya menunggu keputusan pemerintah pusat, apakah pemerintah pusat akan melunasi beban tahun 2020 tersebut ataukah dilimpahkan kepada pemerintah daerah. “Jika dilimpahakan ke pemerintah daerah buatlah aturannya. Pemerintah Daerah akan melakukan eksekusi,” kata mantan Wakil Ketua DPRD Flores Timur itu.
Di akhir penjelasannya Anton Hadjon berharap tenaga kesehatan dapat bekerja seperti biasa. “Yang belum dibayar adalah hutang. Saya berharap tenaga kesehatan jangan mau dimanfaatkan,”pungkasnya. (SuarNews/001)
Dapatkan Artikel Viral dengan Gabung di Google News Kami
